Rabu, 21 Januari 2015

Senyuman

Senyuman.
Apa yang terlintas pertama kali dalam pikiranmu saat kamu mendengar kata tersebut?
Apa? Kebahagiaan?
Mungkin saja senyuman dapat menjadi sebuah pertanda perasaan bahagia
Tapi apa iya, sebuah senyuman selalu tentang kebahagiaan?

Senyuman.
Bukankah sebuah senyuman adalah pertanda bahwa semuanya baik-baik saja?
Bukankah sebuah senyuman adalah pertanda bahwa tak ada yang salah?

Senyuman.
Terkadang, senyuman adalah sebuah tameng. Pelindung. Layaknya tembok besar penghalang
Terkadang, senyuman itu adalah topeng. Dari lelahnya jiwa yang tak terlihat. Yang tak memiliki penopang, sandaran yang menenangkan.

Aku percaya, tidak semua orang dapat tersenyum disaat hidupnya tidak baik
Disaat hatinya layu bak bunga yang tak pernah tersiram dan terkena sinar mentari
Hanya dialah  seseorang yang begitu kuat dalam mengahadapi sebuah masalah dalam hidupnya. Dalam menghadapi semua ketidakberesan yang terjadi
Yang masih tetap dapat tersenyum dalam sebuah kesedihan
Dapatkah kamu bayangkan, sekuat apa dia? Apa kamu dapat, sekuat dia?



Tetap percayalah.. Senyuman dari orang-orang yang sayang terhadapmu. Peduli terhadapmu. Dan selalu mendampingimu. Akan menjadi sebuah gerimis manis yang menyirami bunga yang layu ini.
Akan menjadi sebuah pengobat dari kesedihanmu…
Akan menjadi sebuah penyemangat dalam hidupmu…

Jumat, 09 Januari 2015

Angan Dibalik Bantalmu

Saat ini wajahmu pasti sedang terlipat diantara kerutan sarung bantal dengan rambutmu yang tebal.
Karena engkau tidur terlungkup dengan wajah menghadap kesisi kiri. Tanganmu selalu tampak menggapai. Apakah sebenernya itu yang slalu engkau cari dibawah bantal?
Aku selalu ingin mencuri waktumu. Menyita perhatianmu. Semata-mata agar aku dapat terpilin masuk dalam lipatan seprei tempat tubuhmu sekarang terbaring.
Memandangmu memberikanku sensasi keabadian. Mengertilah, ini bukan untuk merayu. Kejujuran sudah seperti riasan wajah yang menor. Tak terbayang jika harus menambahnya lagi dengan sebuah rayuan.

Aku tidak terlalu tau keadaan tempat tidurmu. Karna bukan aku yang sering ada disitu. Entahlah siapa. Mungkin cuman bantal dan guling.
Terkadang benda-benda mati justru mendapatkan apa yang paling kita inginkan.
Aku iri pada baju tidurmu, handukmu, apalagi gulingmu..
Membayangkannya saja mengerikan. Apa rasanya dipeluk dan didekap tanpa pretensi? Mungkin itulah surga.. Dan manusia masih perlu beribadah jungkir balik untuk mendapatkannya?

Kini izinkan aku tidur. Menyusulmu kedalam tempat keabstrakan itu berada. Tempat dimana segalanya bisa bertemu dan terjadi.
Pastikan kau disana. Tidak terbangun karna ingin pipis dan mimpi buruk. Karna aku akan kesana menyusulmu. Tunggu aku! Begitu banyak yang ingin aku bicarakan. Mari kita piknik, bermain pasir, memasak.. Tak ada yang tidak bisa kita lakukan disana bukan?

Tapi kalau boleh memilih, aku ingin bermimpi tidur disebelahmu. Dengan tanganku dibawah bantal. Tempat dimana jarimu menggapai-gapai. Tidurku meringkuk kesisi kanan sehingga wajah kita berhadapan.
Dan ketika matamu terbuka nanti, ada aku disana. Rambutku yang berdiri liar dan wajahmu yang tercetak kerut seprai. Tiada yang lebih indah dari cinta dua orang yang terbangun dipagi hari, dengan muka yang berkilap, dan mereka masih berani tersenyum saling menyapa "SELAMAT PAGI".


Selamat Malam :)

Selasa, 06 Januari 2015

Edelwis Untuk Adinda

Apakah malam itu embun turun bersama senyummu yang dingin?
Bulan hitam di atas kabut itu adalah cerminku yang pilu
Jejak kaki itu selalu sajah pedih, seiring layunya bunga bahu
Bukankah kita belum saling melihat saat matahari terbit?
Tapi aku tau...
Itu adalah kamu yang lelap didekap angin dingin
Bunga batu pagi itu terjemur matahari

Terbatas kabut sejuk yang dingin menusuk jiwa luka
Menguak jerit perih yang rindu adinda
Mungkinkan pada saat dini
Dan malam semakin dingin, kau kaitkan kakimu diantara tali-tali hati
Kekangan jiwa lama menguap bersama keringatmu yang kan mengucur


Secawan anggur merah yang kuteguk malam ini,
belum juga membawaku terbang bersamamu
Saat jiwa-jiwa berontak mencari setetes cinta yang bening
Malam... Biarkan jiwaku melayang jauh mencari adindaku yang lama tak sua
Ini bukan tentang rindu
Bukan pula tentang cinta lama yang terkenang

Ini adalah tentang janji di suatu sore
Dimana senyummu seindah kulit putihmu
Tersentuh jari lembut yang hanya ku bayangkan dalam mimpi

Adinda yang menyelinap dalam resah
Datanglah dalam hatiku
Jadilah ratu dalam jiwaku yang luka
Jadilah pengobat dahaga yang tak pernah hilang bersama cintamu
Yang mulai kau tabur walau semu dan samar tanpa bekas
Namun aku tau, ada kabut yang akan membuatku merasa dingin
Dan aku butuh belaian pada dirimu

Pada saatnya nanti kau akan datang padaku
Tapi aku tetap diam dengan secangkir racun yang siap kuteguk kala malam tiba

Jangan kau tutup pintu itu
Biarkan aroma anggur bersatu dengan pekatnya kabut yang sejuk
Puncak lawu...
Bunga edelwis...
Kabut pagi...
Dinginnya malam...
Dan sebait puisi kocak
Hanya untukmu...
Bidadari bulan yang jatuh tapi bukan dipangkuanku

Kau curi pandanganku dengan lenggang indah dan gerai rambutmu
Dinda !!
Teriaklah padaku saat malam benar-benar datang
Dinda !!
Aku akan datang padamu dengan seikat mawar, walaupun berduri namun wanginya tetap harum
Seperti air matamu yang menetes diantara detak jantungku yang tak menentu
Dinda !!
Kan ku bawa bunga edelwis sebagai tanda kasih yang lama tersimpan
Kan kuceritakan indahnya malam saat teguk demi teguk jiwa ini mengembara

Lemparkan saja senyummu diatas bukit itu
Aku akan datang menjemputnya kala pagi tiba
Dinda... Katakan pada teman mimpimu
Aku dalam milikmu
Aku dalam kabutmu
Aku dalam rintihanmu
Aku dalam desah lama yg kau ucapkan
Aku selalu menanti mimpiku walau pahit
Dinda... Katakan itu adalah benar kala malam tiba
Katakan itu adalah benar saat kita terbuai dalam mimpi ...




Edelwis Untuk Adinda. 6 Januari

Kamis, 25 Desember 2014

Berlarilah.. Disini bukan tempatmu lagi

Aku takpernah lupa
Hari diakhir bulan itu...
Saat itulah senyum simpulmu kuharap
Saat ini pula aku berkata kepada angin

Maafkan aku...
Biarpun mata kasatku takmampu melihatmu lagi
Tapi ada setetes embun hangat
Yaitu air mataku
Yang terpecik dan membuat mata hatiku yang tertidur seketika terjaga
Dan perlahan-lahan terbuka
Bersamaan dengan wajah ayumu disana
Hanya jarak yang membuatmu jauh
Hanya waktu yang membuatmu resah
Saat nafasmu taklagi didadaku
Hanya tempat yang takmampu membawa isak tangismu dipelukanku
Tapi masih ada angin
Yang membawa kado ulang tahun ini...

Itu dulu...
Sebelum kamu terlena...
Oleh rayu dan dusta
Sebelum kamu memelukku dan berkata...

Maafkan aku...

Kini bukan lagi dadaku tempatmu mengadu
Bukan lagi tanganku yang menidurkanmu
Bukan lagi aku...
Catatan usang sang penyair
Yang basah oleh air mata dan keringat
Yang mengingatmu yang jauh
Sejauh surga...
Kini saat itu tiba lagi
Saat aku hanya setangkai mawar
Lalu mencium keningmu

Dan...
Berlarilah padanya
Aku bukan milikmu
Aku milik malaikat kematian yang membawa sepasang merpati
Jalinan itu telah terbakar keangkuhan
Semua musnah seiring banjir bandang
Semua tenggelam seiring tenggelamnya rumah megahmu
Semua hancur terbawa lumpur..